Istana Kerajaan Jembuk-jembuk Sibuk Membagi Angin 

Banyuwangi, Aktualrakyat.com- Di sebuah kerajaan paling ujung timur yang makmur bernama Kerajaan jembuk-jembuk, seluruh rakyat hidup dengan semangat kebersamaan dan gotong royong. Setiap tahun, mereka menanti musim pembangunan dari istana.

Istana selalu menjanjikan perbaikan jalan, jembatan desa, dan saluran air melalui sebuah skema sakti ala kerajaan jembuk-jembuk yang dinamakan Pekerjaan Langsung (PL).

Namun kenyataannya, pekerjaan itu tak kunjung turun dari langit istana. Sebuah perkumpulan tukang yang biasa mendapat tugas langsung dari istana, mulai resah. Padahal, mereka sudah mengasah cangkul dan Skop, menyiapkan semen, bahkan menyewa alat berat dari Desa tetangga. Tapi tetap saja, kabar dari istana hanya berupa hembusan angin belaka.

“Ini musim kemarau, bukan musim angin,” gerutu Pak Kosen, Mandor PT Jembuk-Jembuk, sambil meninju meja warung kopi.

Di sisi lain dalam istana, duduklah sang penasihat utama kerajaan, Patih Geledek, yang dikenal licin seperti belut dan pandai merangkai kata. Setiap kali ditanya kapan pekerjaan PL akan dimulai, jawabnya selalu penuh teka-teki.

“Harus kita takar dulu bobot moralnya, layakkah? apakah sesuai bintang keberuntungan?,” tuturnya sambil menatap dalam-dalam bola kristal yang sudah usang.

Disamping itu, Bendahara Agung Istana, yang memegang kunci peti emas kerajaan dan terkenal perhitungan sekali. Ia hanya mengeluarkan anggaran setelah menimbangnya dengan timbangan tikus istana. Katanya, semua proyek harus “disesuaikan dengan situasi dan keadaan”.

Sementara itu, Menteri Perencanaan Kerajaan jembuk-jembuk yang terkenal bijak namun sering lupa prioritas, justru sibuk mempersiapkan Festival Seribu Lampion dan Tarian awan kinton. Beliau percaya bahwa tarian dan lentera lebih penting dari semen dan batu kali.

“Rakyat harus gembira dahulu sebelum membangun,” jlentrehnya dengan penuh percaya diri tinggi.

Waktu berlalu, rakyat menunggu.

Bahkan Mbah Noto, dukun desa, mulai gelisah karena terlalu sering diminta memanggil arwah proyek yang tak kunjung datang. “Sudah saya bakar kemenyan dan dupa tujuh warna, tetap saja tak muncul SK pekerjaan,” keluhnya.

Di penghujung cerita, rakyat mulai tersadar urusan PL bukan lagi soal membangun jalan dan jembatan, tapi tentang siapa yang dekat dengan telinga istana. (PIK)

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *


Related Posts
Total
0
Share